5 Akibat Hukum Perceraian Perkawinan Campuran

Beranda » Artikel » Hukum Keluarga » 5 Akibat Hukum Perceraian Perkawinan Campuran

Jika Anda ingin melakukan perceraian pada jenis perkawinan campuran tentu saja prosesnya tidak sederhana dibandingkan dengan perkawinan biasa. Karena banyak hal yang harus dijelaskan dan dipastikan terlebih dahulu secara administrative baru kemudian masuk ke substansi perkara.

Pada peceraian jenis ini kami menyarankan akan menggunakan bantuan pengacara perceraian. Dengan begitu, proses hukum dan penanganannya akan dibantu sehingga dapat berjalan dengan lancar dan tuntas.

Namun, sebelum itu Anda harus mengetahui akibat hukum dari adanya perceraian campuran tersebut. Jadi, ketika sudah bercerai bukan berarti semuanya akan selesai begitu saja. Akan tetapi, juga ada beberapa hal yang harus diurus.

5 Akibat Hukum Perceraian Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran merupakan sebuah pernikahan yang dilakukan oleh kewarganegaraan Indonesia dan warga Negara asing. Ketika hendak melakukan perceraian, maka prosesnya harus dilangsungkan tempat pernikahan terjadi.

Jadi, ketika Anda pencatatan perkawinan tersebut di Kantor Sipil, maka perceraiannya berada di Pengadilan Negeri. Sedangkan, jika pencatatannya di Kantor Urusan Agama, maka harus melakukan sidang di Pengadilan Agama.

Ada beberapa hal yang terdampak dari perceraian campuran. Mulai dari masalah harta bersama, hak asuh, status kewarganegaraan, dan perwalian. Banyaknya akibat tersebut tentu harus memakai jasa pengacara perceraian untuk membantu.

1. Akibat Hukum Terhadap Harta Bersama

Harta bisa menjadi sebuah perselisihan atau pertengkaran setelah terjadinya perceraian. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa harta yang didapat selama pernikahan menjadi harta bersama.

Sedangkan, harta yang dibawa sebelum pernikahan menjadi tanggung jawab atau dalam penguasaan masing-masing. Jadi, yang diajukan pada pengadilan adalah pembagian harta selama dalam pernikahan tersebut.

Meskipun begitu, jika ingin mengajukannya ke hukum, maka harus dengan persetujuan masing-masing pihak. Oleh karena itu, penting kiranya ada sebuah perjanjian perkawinan untuk mengantisipasi hal seperti ini.

Ada 3 hal yang perlu Anda pahami dalam masalah harta bersama ini. Hal tersebut jika memang kedua pihak tidak membuat perjanjian perkawinan sebelumnya. Jika kurang bisa memahami, maka bisa menggunakan pengacara perceraian.

  • Pada benda tidak bergerak yang dipakai ialah hukum dari tempat letaknya benda tersebut. Sedangkan benda-benda yang bergerak, maka pengaturannya berada di bawah tempat tinggal mempelai. Dan di Indonesia memiliki beberapa larangan kepemilikan oleh orang asing.
  • Hukum harta benda perceraian perkawinan campuran termasuk status personal. Jadi, dianut sistem kesatuan dibandingkan hukum yang nantinya mengatur harta benda tanpa membedakannya bergantung pada letak harta tersebut. Beda negara berbeda pula hukum yang mengatur
  • Hukum harta benda ialah satu kontrak antara pasangan. Jadi, kedua belah pihak dapat menjadi penentu hukum mana yang harus digunakan jika memang sudah ada perjanjian pernikahan atau perjanjian pisah harta.

Namun, jika mengacu pada Hukum Perdata Internasional (HPI) mengenai hukum harta benda ini, maka pertamanya akan diserahkan pada pasangan. Namun, jika kesempatan ini tidak dipergunakan, maka akan menggunakan hukum intern dari negara tempat keduanya menetap.

Dengan demikian, benda tidak bergerak akan berlaku sesuai tempat keberadaannya. Jika putusannya dilakukan di Indonesia, maka hanya harta bersama yang ada di Indonesia.

Jika objeknya berada di luar negeri, maka hukum Indonesia tidak bisa dijadikan dasar. Hal itu karena kekuatan hukumnya hanya berlaku pada wilayah Indonesia saja.

2. Hubungan Orang Tua dengan Anak Menggunakan Berbagai Teori HPI

Hukum antara orang tua dengan anak setelah perceraian perkawinan campuran ada beberapa opsi. Sebelumnya harus dibedakan dulu hubungan yang sah dan tidak. Pasalnya, adanya anak tidak selalu hasil dari hubungan suami istri, bisa juga karena mengadopsi.

Hubungan yang sah menunjukkan hubungan yang terjadi pada orang tua dengan anak ada kaitannya pada hukum. Artinya, anak tersebut terlahir dari sebuah hubungan yang sah.

Persoalan hukum antara orang tua dengan anak akan dilihat dari hubungan atau masalah tertentu. Misalnya memperlihatkan hubungan yang erat dengan persoalan titik-titik pertalian pada umumnya.

Jadi, untuk menentukan hubungan tersebut akan disesuaikan dengan tuntutan nafkah yang disandarkan. Hal tersebut jika ada perbedaan hukum personal. Jadi, harus memilih antara hukum nasional orang tua atau anak.

3. Perwalian Anak

Perwalian anak mengikuti sistem BW pada Pasal 330 hingga Pasal 418a di Bab XV. Hal tersebut jika anak tersebut belum beranjak dewasa serta tidak di bawah penguasaan orang tua.

Dalam Pasal 330 BW menyebutkan bahwa arti ‘belum dewasa’ mengarah pada anak di bawah usia 21 tahun. Selain itu, juga belum menikah. Jadi, jika orang tersebut perkawinannya putus sebelum umur 21 tahun, maka tetap termasuk dewasa.

Sedangkan, pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa wali bisa ditunjuk pada satu orang tua. Namun, orang tua tersebut memang yang sudah menjalankan kekuasaan sebelumnya.

Penunjukan bisa dengan surat wasiat atau menunjuk menggunakan lisan di depan 2 orang saksi. Wali anak harus diambil dari keluarga anak itu atau orang lain. Dengan syarat sudah dewasa, jujur, adil, berpikiran sehat, dan berperilaku baik.

4. Status Kewarganegaraan Anak Akibat Perceraian Perkawinan Campuran

Ketentuan dalam undang-undang kewarganegaraan yang lama yaitu UU No. 62 Tahun 1958 dianggap tidak menguntungkan. Hal itu untuk wanita Warga Negara Indonesia yang menikah dengan pria WNA.

Sebab, anak dengan praktis akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Jadi, orang tua khususnya ibu perlu mengurus izin tempat tinggal anaknya. Minimal pengurusan perizinan dilakukan setahun sekali.

Jika sampai telat, maka anak akan dikenakan deportasi. Akan tetapi, Anda tidak perlu khawatir saat ini karena UU No. 12 Tahun 2006 susah memberikan jalan keluarnya.

Hal itu karena undang-undang tersebut menyatakan bahwa anak yang lahir dari ibu WNI, statusnya akan menjadi WNI. Jadi, sudah tidak harus mengikuti kewarganegaraan ayahnya.

Namun, beda halnya jika negara ayah kewarganegaraan asing itu menggunakan asas ius sanguinis. Dengan begitu, anak akan memiliki kewarganegaraan ganda. Ketentuan tersebut juga sudah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2006.

Kewarganegaraan ganda tersebut hanya berlaku sampai anak berumur 18 tahun. Setelah itu, maka bebas memilih kewarganegaraan yang akan digunakan. Dari penjelasan di atas, membuktikan bahwa negara memberi hak yang sama pada wanita.

Jadi, ketika terjadi perceraian perkawinan campuran, maka ibu juga bisa memiliki hak asuhnya. Sebab, sudah tidak dibatasi oleh kewarganegaraan yang akan anak pakai.

Biasanya, ketika besar pun anak cenderung lebih memilih tempat ia tinggal, hubungan keluarga, atau lainnya. Jika ternyata orang tuanya ada yang meninggal, maka hukum warisan yang berlaku adalah Hukum Nasional.

5. Hak Asuh Anak

Pada perceraian perkawinan campuran, secara prinsip hak asuh anak ada di tangan ibu. Jangka waktunya sampai anak berumur 12 tahun, meskipun ibu tidak bekerja. Hal tersebut sesuai aturan dalam Pasal 105 KHI (Kompilasi Hukum Islam).

Jika anak umurnya sudah lebih dari 12 tahun, dalam artian telah mumayyiz, maka bebas memilih. Apakah ingin ikut dengan ibu atau ayahnya. Selain itu, KHI juga menyatakan bahwa biaya pemeliharaan anak ialah ayah yang menanggungnya.

Jika ayah ternyata tidak mampu untuk memenuhi semua biaya kebutuhan dan pendidikan anak. Biasanya pengadilan akan memutuskan bahwa ibu juga ikut menanggung biayanya.

Kemudian, pada Pasal 29 UU Nomor 23 Tahun 2002 yang sudah diubah ke UU Nomor 35 Tahun 2014. Dalam pasal tersebut menyebutkan anak bebas memilih atau sesuai dengan putusan pengadilan.

Namun, jika anak tersebut belum mampu menentukan pilihan dan ibunya seorang WNI. Keputusan pengadilan biasanya akan mengurus statusnya menjadi kewarganegaraan RI.

Bantuan Pengacara Ketika Melakukan Perceraian Perkawinan Campuran

Anda bisa menggunakan pengacara perceraian dari Kantor Hukum Jakarta jika ingin mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan masalah diatas. Kami siap membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

Baik dalam proses perceraian perkawinan campuran hingga mengurus hal kepemilikan.  

Email: [email protected]

Kontak telepon / WhatsApp: 0812-1907-4512

Mari selesaikan urusan perceraian Anda bersama pengacara perceraian di Kantor Hukum Jakarta sekarang!

Tinggalkan komentar

Konsultasi Gratis

Dapatkan kesempatan untuk konsultasi dengan tim pengacara kami sekarang juga.
cukup dengan meng-klik tautan yang ada dibawah ini.